Jumat, 06 Maret 2009

intropeksi

Umat islam sekarang layaknya sebuah pizza yang bisa diiris-iris kemudian dibagi-bagi menjadi beberapa bagian. Delapan potong, tiga potong dsb. Terserah yang membagi. Sama persis. Kita seperti diarahkan untuk terpecah belah menjadi banyak golongan tidak jelas. Dan semuanya mengaku “ Sayalah yang paling benar. Jika seandainya ada perbincangan antara dua orang atau lebih, pastilah mereka akan berbicara kesalahan golongan ini dan membenarkan golongan dia. Saling menyalahkan, itulah intinya. Sampai-sampai tidak ada dalam benak pada mayoritas umat islam sekarang untuk bersatu padu mengesampingkan perbedaan untuk bersatu padu membangun Islam, agar cita-cita Islam yang memang agama rahmatan lilalamin itu benar-benar terwujud.
Mari berbicara realita. Yang simple saja, antara golongan Muhammadiyah dan NU, kapan bisa saling mengerti. Hanya gara-gara do’a qunut saja, harus rela saling ejek, saling membuang muka, sampai-sampai tega memutus silaturrahmi. Yang satu menganggap bahwa memakai do’a qunut itu merusak sholat, yang satunya kalo tidak memakai maka sholat tidak sah. Jujur, pertentangan seperti ini malah terjadi pada masyarakat kelas bawah, yang bisanya hanya taqlidul a’ma. Ngikut buta, maksudnya hanya ngikut saja tetapi tidak tahu menahu tentang asal muasalnya. Padahal orang-orang yang tahu dan mengerti, yakin tidak akan saling menyalahkan. Mau bukti, ketika HAMKA yang notabene adalah seorang tokoh Muhammadiyah pernah dating ke Pesantren Gontor. Waktu itu beliau di dapuk untuk menjadi imam jama’ah shubuh. Sebelum sholat beliau bertanya kepada Pak Imam Zarkasyi ( pendiri Gontor ). “ Pak Zar, biasanya di Gontor pakai do;a qunut apa tidak..?” Pak Zar menjawab, “Ya “ begitu saja. Walaupun di Gontor sendiri tidak ada kewajiban khusus untuk membaca qunut ketika shubuh. Hamka pun, sholat shubuh dengan membaca qunut yang panjang. Lebih panjang dari apa yang biasa dibaca. Untuk apa seperti itu?. Kok maunya Hamka yang Muhammadiyah membaca qunut ketika shubuh. Karena beliau tahu, bahwa persatuan umat Islam itu lebih penting dari segalanya dari pada hanya mementingkan egoisme pribadi dan golongan belaka. Padahal, Hamka adalah seorang ulama nasional, bahkan internasional. Tidak hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia saja, bahkan masyarakat waktu itu mengakui bahwa Hamka bukan hanya ulama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cahya-Q

Cahya-Q

lukisan-Q

lukisan-Q

huui

huui

Madiun

Madiun

D-na Q

D-na Q

..........

..........

my love

my love

kediri

kediri

sweety

sweety

Salam Sejahtera